TAMPIL perdana dan langsung memboyong medali emas. Itulah yang dibuktikan dua gadis asal MTsN 4 Surabaya ini. Mereka berhasil menyabet juara nasional di ajang Jakarta Pencak Silat Championship (JKTC) 2016.
Mereka adalah Lailatul Khusna Girindra dan Akira Devy Kauri. Remaja yang baru saja meninggalkan bangku MTs pada 2016 itu memboyong medali prestisius di ajang pencak silat. Acara tersebut termasuk berkelas internasional karena diikuti peserta dari negara lain, misalnya Malaysia dan Singapura.
Laila berhasil memboyong medali di kelas E tanding putri praremaja. Sementara itu, Devy membawa pulang medali emas di kelas seni tunggal tangan kosong. Mereka adalah jebolan sebuah perguruan pencak silat, Sawunggaling.
Mengukir prestasi di bidang pencak silat benar-benar tidak disangka sebelumnya. Sebab, mereka tidak memiliki latar belakang silat sama sekali. ’’Saya dulu cuma ikut karate. Kalau pencak silat ya waktu masuk MTs ini,’’ terang Laila.
Begitu juga Devy. Semasa sekolah dasar, dia hanya aktif di kegiatan seni tari. Ketertarikannya pada pencak silat didasarkan keinginan untuk bisa membela diri. ’’Ya biar kita bisa jaga diri aja, makanya ikut ini,’’ ujar Devy.
Pencak silat merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler di MTsN 4 Surabaya. Di tengah perjalanan, ternyata Laila dan Devy memiliki kemampuan yang lebih.
Potensi mereka di bidang silat ternyata tercium juga oleh pembinanya. Akhirnya, mereka digembleng lagi di perguruan silat yang berpusat di Manukan. Dari sanalah mereka berdua mewakili MTsN 4 Surabaya pada ajang JKTC itu.
Ternyata, nasib memihak mereka. Pesaing yang datang dari berbagai daerah, bahkan luar negeri, tidak menyurutkan perjuangan mereka. Keduanya giat berlatih secara terus-menerus. Latihan bahkan berlangsung hingga seminggu sebelum pertandingan.
Jenis latihannya pun beragam. Mulai ringan hingga berat. Misalnya, Laila setiap hari harus berlatih meninju dan menendang samsak. Demikian pula Devy yang berulang-ulang berlatih gerakan silat yang benar. ’’Harus latihan gerakan yang mantap dan benar. Terus latihan ekspresi juga,’’ ujar Devy.
Hari yang dinantikan pun tiba. Mereka bertanding dengan penuh harap untuk bisa menduduki podium utama. Namun, terkadang nyali mereka menciut melihat penampilan lawan dari daerah lain. ’’Yang hebat malah yang datang dari Surabaya,’’ ujar Laila.
Rasa pesimistis sempat menghampiri mereka. Misalnya, saat Laila menghadapi lawan dari salah satu perguruan yang dianggap hebat. ’’Ya, sempat juga merasa pesimis. Jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta masak kalah,’’ kenangnya.
Meski sudah menggunakan pelindung, dia masih merasakan sakitnya hantaman lawan. Apalagi jika lawan menyerang bagian yang tidak tertutupi alat pengaman. ’’Pernah kena pukul waktu tanding. Kena pukul di bagian tenggorokan sampai gak bisa napas,’’ ujarnya. Namun, semua terbayar ketika berhasil mendapatkan dua medali dan dinobatkan sebagai juara. ’’Seneng bangetpokoknya,’’ kenang Devy.
Sambutan hangat juga datang dari tempat mereka belajar. ’’Di sekolah disambut sama guru-guru. Diciumin sama dikasih selamat,’’ ujarnya.
Setelah itu, berbagai prestasi menghampiri mereka. Salah satunya menjadi penyaji terbaik saat tampil dalam kompetisi silat yang digelar Ponpes Tebuireng. ’’Kita menang kategori penyaji terbaik,’’ kata Devy. Tawaran untuk tampil manggung juga berdatangan. Yang paling berkesan bagi mereka adalah saat menjamu tamu dalam perhelatan yang diadakan KONI.
Selain silat, mereka menggeluti dunia seni lainnya. Salah satunya Devy yang punya bakat di bidang seni tari. Bahkan, dia pernah menyabet gelar di salah satu kompetisi. ’’Dapat juara I penari latar waktu tampil di THR,’’ ujarnya. (Galih Adi Prasetyo/c19/oni)
Sumber : https://www.jawapos.com/hijrah-ramadan/14/06/2017/tampil-perdana-langsung-juara/